Senin, 30 September 2013


DEMI TUHAN, SAYA ATHEIS


Mentari pagi bersinar membelah kegelapan bumi
Bulan purnama datang merobek-robek malam yang gelap-gulita
Bintang-bintang menghiasi indahnya malam-malam sunyi
Cahaya di atas cahaya menerangi hati dan akal manusia yang hendak menyaingi Tuhan atau bahkan mengingkari keberadaanNya

Sungguh Manusia benar-benar menjadi hina
Karena kebodohan-kebodohan yang dibuatnya
Manusia benar-benar telah menganiaya dirinya
Dengan kesombongan-kesombongan dan perilaku-perilaku buruk yang telah membuatnya menjadi celaka

Manusia-manusia itu ada yang berfikiran ngawur
Dengan berlandaskan prasangka-prasangka, mereka menganggap tuhan sebagai sebuah tahayyul
Ada juga yang imannya sering kabur
Hingga Tuhanpun disembunyikan di bawah kasur

Sebagian  lagi ada yang suka ngelindur
Entah sengaja atau tidak mereka beranggapan tuhan saat ini sedang terlelap tidur
Tapi ada, sebagian dari manusia-manusia itu yang betul-betul mabrur
Dengan hati dan akal sehatnya, mereka berani berkata..dan bersikap jujur

Andai rasa lapar bisa aku atur
Aku tak perlu merasakan kelaparan
Andai rasa haus bisa aku undur
Cukup sekali saja aku merasakan kehausan

Rasa haus, lapar
Keinginan untuk buang hajat kecil atau besar
Masa kanak-kanak, remaja, masa tua, dan masih banyak lagi hal lainnya
Manusia mana yang mampu mengatur dan membolak-balikkan semua itu sesuai keinginan pribadinya?

Jika kehidupan adalah milikku
Harusnya aku terus hidup dalam kehidupan
Jika kematian adalah hakku
Akan kubunuh kematian itu, agar aku tidak akan pernah merasakan kematian

Jika kehidupan dan kematian adalah kuasaku
Aku akan hidup, aku akan mati, dan aku akan hidup lagi sesusai keinginanku sendiri dan bukan keinginan siapa saja!,  sekalipun Dia adalah Tuhan.!
Jika semua yang ada pada diriku dan apa saja yang ada hubungannya denganku adalah kuasa atas keinginanku dan kuasa atas keputusanku
Maka, demi Tuhan..!, aku adalah seorang atheis yang tidak lagi membutuhkan keberadaan Tuhan!!!



Yogyakarta 30-09-2013


Habib Asyari Ahmad

Sabtu, 21 September 2013

INI TIDAK MUNGKIN!, MUHAMMAD PASTI MENGGUNAKAN MIKROSKOP!

Dr. Keith L. Moore, MSc, PhD, FIAC, FSRM :
Dia adalah Presiden AACA (American Association of Clinical Anatomi ) antara tahun 1989 dan 1991.
Ia manjadi terkenal karena literaturnya tentang mata pelajaran Anatomi dan Embriologi serta dengan puluhan kedudukan dan gelar kehormatan dalam bidang sains.

Dia menulis bersama profesor Arthur F. Dalley II, Clinically Oriented Anatomy, yang merupakan literatur berbahasa Inggris yang paling populer dan menjadi buku kedokteran pegangan di seluruh dunia, digunakan oleh para ilmuwan, dokter, fisioterapi dan siswa seluruh dunia.

Pada suatu waktu, ada sekelompok mahasiswa yang menunjukkan referensi Al Qur'an tentang 'Penciptaan Manusia' kepada Profesor Keith L Moore, lalu sang Profesor melihatnya lalu barkata :

"Tidak mungkin ayat ini ditulis pada tahun 7 Masehi, karena apa yang terkandung di dalam ayat tersebut adalah Fakta Ilmiah yang baru diketahui oleh Ilmu Pengetahuan Moderen! Ini Tidak Mungkin, Muhammad pasti menggunakan Mikroskop!"

Para Mahasiswa tersebut lalu berkata :
"Prof, bukankah saat itu Mikroskop juga belum ada?"
"iya iya saya tau, saya hanya bercanda, tidak mungkin Muhammad yang megarang ayat seperti ini" jawab sang profesor....

*

Dalam Firman Allah :

"Kemudian Kami menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan alaqoh (sesuatu yangmelekat), lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami menjadikannya mahluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik" [QS. Al Mu'minuun: 13-14]

Jika di cermati lebih dalam, sebenarnya 'alaqoh' dalam pengertian Etimologis yang biasa di terjemahkan dengan 'segumpal darah' juga bermakna 'penghisap darah', yaitu lintah. Padahal tidak ada pengumpamaan yang lebih tepat ketika Embrio berada pada tahap itu, yaitu 7-24 hari, selain seumpama lintah yang melekat dan menggelantung di kulit. Embrio itu seperti menghisap darah dari dinding Uterus, karena memang demikianlah yang sesungguhnya terjadi, Embrio itu makan melalui aliran darah. Itu persis seperti lintah yang menghisap darah. Janin juga begitu, sumber makanannya adalah dari sari makanan yang terdapat dalam darah sang ibu.

Ajaibnya, Embrio Janin dalam tahap itu jika di perbesar dengan mikroskop bentuknya benar-benar seperti lintah. Dan hal itu tidak mungkin jika Muhammad sudah memiliki pengetahuan yang begitu dahsyat tentang bentuk janin yang menyerupai lintah lalu menulisnya dalam sebuah buku. Padahal pada masa itu belum di temukan Mikroskop dan Lensa. Jelas itu adalah pengetahuan dari Tuhan, itu wahyu dari Allah SWT, yang Maha Mengetahui segala Sesuatu.

Ayat tersebutlah yang membuat sang profesor akhirnya memeluk agama islam dan merevisi beberapa kajian ilmiahnya karena Al Qur'an ternyata telah menjawab beberapa bagian yang selama ini membuat yang profesor gusar dan merasa materi yang ditelitinya selama ini terasa belum lengkap atau ada tahapan dari perkembangan Embrio yang kurang.

Subhanallah

semoga bermanfaat...-:)

Kamis, 12 September 2013


ASAL-USUL NAMA SUMATERA


Nama asli sumatera dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat adalah “pulau emas”. Minangkabau mengenal istilah pulau ameh dalam cerita Cindur Mata. Di Lampung dalam sebuah cerita, dalam cerita rakyatnya tercantum Tanoh Mas untuk menyebut pulau mereka yang besar itu. pendeta tsing (634-713) dari Cina yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya pada abad ke-7 menyebut pulau sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti,  pulau sumatera disebut dalam bahasa sansekerta sebagai Suwarnadwipa (pulau emas) atau Suwarnabhumi (tanah emas). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum masehi. Naskah Budha yang termasuk paling tua dalam kitab Jataka menceritakan bahwa pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Banggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian dewi shinta, isteri Rama yang diculik Ravana sampai ke Suwarnabhumi.

Para musafir arab menyebut pulau sumatera dengan nama Suwarandib, transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya pada tahun 1030 mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di Pulau Suwarandib.

Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, Tepat tahun 165 ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Gheoghaphike Hypeghesis. Ptolemaios menulis bahwa di Pulau Taphobrana terdapat negeri Barousai yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

Naskah Yunani tahun 70, periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki Chryse Nesos yang artinya “pulau emas”. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar laut tengah sudah mendatangi tanah air kita, terutama Sumatera. Di samping mereka mencari emas mereka juga mencari kemenyan (Styrax sumatrana), dan kapur barus (Drayobalanops Aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya para pedagang Nusantarapun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada Naskah Historia Naturalis karya plini abad pertama masehi.

Dalam kitab umat Yahudi “Malakim” (raja-raja) pasal 9 diterangkan bahwa Nabi sulaiman a.s. raja Israel menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan Beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir.  Kitab Al-qur’an surat Al-Anbiyaa’ 81 menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke tanah yang kami berkati atasnya (al ardlo allati baaroknaa fiihaa).

Nama Sumatera sendiri berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad 13 dan abad 14. Para musafir Eropa sejak abad 15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ilal masyriq (pengembaraan ke timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di Kerajaan Samatrah.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah Samudera Hindia dan di sana tertulis Pulau Sumatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro pada tahun 1498 dan muncullah nama camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama samatra. Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya dengan camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak benar yakni: Somatra. Catatan-catatan orang belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen Van Linschoten dan Sr Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan “Sumatra”. Bentuk inilah yang baku kemudian disesuaikan dengan lidah kita.

Demikianlah sedikit sejarah tentang asal-usul Pulau Sumatera yang kami ambil dari berbagai sumber. Semoga memberikan manfaat buat kita semua..amiin.

“Tuhan Yang Maha Esa” yang lebih mengetahui atas segalanya